Jumat, 29 Januari 2016

Sistem Pengapian 1

DASAR SISTEM PENGAPIAN


Sistem pengapian berfungsi untuk menghasilkan percikan bunga api listrik (voltage) yang kuat untuk membakar campuran udara dan bahan bakar di dalam ruang bakar.
Selain kuat, ada satu hal lagi yang wajib dimiliki yaitu ketepatan waktu untuk membakar sehingga memperoleh daya pembakaran yang optimal. Ketepatan waktu inilah yang kemudian dikenal sebagai ignition timing. Dengan demikian dapat dipersepsikan bahwa sistem pengapian merupakan penjamin sebuah motor bensin agar dapat melakukan siklus pembakaran, bekerja sebagai motor penggerak mula.
Beberapa macam sistem pengapian diantaranya:
 Sistem pengapian kontak point (konvensional platina),Untuk jenis kontak point, arus primer pada ignition coil diputus oleh platina, maka akan terjadi percikan api pada saat platinanya mulai terbuka. Karena itulah tegangan sekunder yang dihasilkannya tidak akan stabil dan kecenderungan untuk menimbulkan missfiring mudah terjadi.
CDI(Capasitor discharge ignition),Sistem pengapian capasitor atau CDI (Capacitor Discharge Ignition) merupakan salah satu jenis sistem pengapian pada kendaraan bermotor yang memanfaatkan arus pengosongan muatan (discharge current) dari kapasitor, guna mencatudaya coil pengapian (ignition coil).
pengapian TCI(Transistor Control Ignition) menggunakan cara dimana arus yang mengalir di primer coil pada ignition coil diputus sebentar dengan melakukan switching pada transistor untuk menginduksi tegangan tinggi pada lilitan sekunder.
Sebagai perbandingan, pada pengapian CDI,TCI & ECU arus primer coil dikendalikan secara elektronik oleh beberapa komponen elektronik semi-konduktor di dalam CDI. Sehingga pada putaran mesin yang rendah pun tetap akan menghasilkan tegangan induksi yang relatif besar dan stabil pada ignition coil.

1.      Saat Pengapian dan Pembakaran
Saat pengapian disebut juga ignition timing adalah waktu yang menunjukkan terjadinya percikan api pada busi yang dinyatakan dalam derajat engkol (d.e). Saat pengapian berbeda dengan saat pembakaran, karena pembakaran dalam silinder berlangsung secara proses yang panjang sedangkan saat pengapian terjadi sekejap dalam detik yang sangat kecil. Untuk mendapatkan daya pembakaran yang optimal maka ledakan terbesar dari campuran bahan bakar dan udara diusahakan terjadi beberapa saat setelah TMA. Berikut merupakan beberapa penjelasan tentang saat pengapian.
Mekanisme pembakaran normal pada sepeda motor dengan bahan bakar bensin dimulai pada saat terjadi loncatan api pada busi. Selanjutnya api membakar campuran bahan bakar dan udara (terkompresi) yang berada di sekelilingnya dan akan terus menyebar ke seluruh ruangan pembakaran sampai semua partikel gas terbakar habis. Proses penyebaran api ini terjadi dengan tidak terkendali. Pada pembakaran yang normal, penyebaran api sebelum terjadi ledakan terjadi secara merata di seluruh bagian.
Pada keadaan yang sebenarnya di dalam silinder, mekanisme pem­bakaran di dalam motor ini bersifat sangat kompleks dan berlangsung melalui beberapa tahapan, mulai dari proses perambatan api sampai terjadi ledakan (combustion). Pada saat campuran kabut bahan bakar dan udara dikompresikan, tekanan dan temperaturnya meningkat, sehingga terjadi reaksi kimia di mana molekul-molekul hydrocarbon terurai dan bergabung dengan oksigen dan udara. Sebelum langkah kompresi berakhir terjadilah percikan api listrik pada busi yang kemudian membakar campuran bahan bakar-udara terkompresi tersebut.

Gambar berikut ini memperlihatkan suatu grafik yang menunjukkan hubungan antara tekanan di dalam silinder selama proses kompresi dan ekspansi dengan sudut engkol mulai dari saat penyalaan sampai akhir pembakaran.

Titik 1 menunjukkan percikan api busi, jarak dari titik 3 ke titik 1 merupakan waktu yang dibutuhkan untuk perambatan api untuk mencapai pembakaran eksplosif. Jarak kedua titik ini selalu tetap yang menunjukkan banyaknya waktu yang diperlukan untuk membakar campuran gas bam dan tidak bergantung pada putaran mesin.

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan ekspansi maksimal maka tekanan pembakaran maksimum harus berada pada beberapa derajat setelah TMA, sehingga untuk mencapai hal tersebut maka saat pengapian harus dimajukan beberapa derajat sebelum TMA. Jarak dari titik 1 sampai dengan titik 3 adalah dinamakan dengan ignition delay/ keterlambatan pembakaran.

      Knocking dan Pre Ignition
Peristiwa pembakaran normal adalah api menyebar ke seluruh bagian ruang bakar dengan kecepatan konstan dengan busi berfungsi sebagai pusat api. Gas baru yang belum terbakar terdesak oleh gas yang telah terbakar, sehingga tekanan dan temperaturnya naik sampai mencapai keadaan hampir terbakar, jika pada saat ini gas tadi terbakar dengan sendirinya,sebelum mencapai titik timing pembakaran maksimum, maka akan timbul ledakan (detonasi) yang menghasilkan gelombang kejutan berupa suara ketukan (knocking noise). Fluktuasi tekanan yang besar dan cepat ini terjadi pada akhir pembakaran. Sebagai akibatnya, tenaga mesin akan berkurang dan jika sering terjadi akan memperpendek umur mesin.
Gejala pembakaran lain yang tidak normal adalah pre-ignition. Peristiwa-nya hampir sama dengan knocking tetapi terjadi hanya pada saat busi belum memercikan api. Pada kasus pre-ignition ini, bahan bakar terbakar dengan sendirinya sebagai akibat dari tekanan dan temperatur yang cukup tinggi sebelum busi memercikkan api. Tekanan dan temperatur tadi dapat membakar gas baru tanpa pemberian api dari busi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pre-ignition adalah peristiwa pembakaran yang terjadi sebelum sampai pada saat yang dikehendaki.
Figur berikut merupakan grafik yang memperlihatkan proses terjadinya fenomena detonasi (knocking) pada mesin bensin.
Tiga buah grafik tekanan terhadap posisi piston yang berbeda, Tekanan yang berlebihan dan tidak terkendali ditunjukkan dengan grafik paling atas, inilah yang diartikan dengan knocking dari segi dinamika tekanan dalam silinder. Apabila tekanan ini melebihi dari kekuatan piston, maka akan terjadi kerusakan pada kepala piston berupa lubang atau pecah.
 Teori pemba­karan letupan (knocking) tersebut di atas adalah prinsip yang dikemukakan oleh Ricardo. Beberapa hal yang menyebabkan knocking adalah :
a.       Perbandingan kompresi dan tekanan kompresi yang terlalu tinggi.
b.      Temperatur pemanasan campuran dan temperatur silinder yang terlalu tinggi.
c.       Saat pengapian terlalu awal.
d.      Putaran mesin rendah dan penyebaran api lambat.
e.       Penempatan busi dan konstruksi ruang bakar tidak tepat, serta jarak penyebaran api terlampau jauh.

2.     Pulser/Pick Up Coil
Pulser bekerja sebagai sensor posisi engkol (crank sensor) dan sekaligus sebagai sensor putaran mesin (speed sensor). Perannya sebagai crank sensor akan memberikan mformasi ke CDI berupa sinyal untuk saat pengapian sesuai dengan posisi sudut engkol pada tiap tiap putaran. Perannya sebagai speed sensor berupa besar kecilnya tegangan induksi yang dihasilkan yang merupakan informasi mengenai putaran mesin. Semakin tinggi putaran mesin maka semakin tiriggi tegangan induksi yang dihasilkan yang kemudian CDI akan mengaju-kan saat pengapian.
   Pembentukan Tegangan pada Pulser Coil
Sama halnya dengan source coil, pembentukan tegangan pada pulser melalui sebuah peristiwa induksi elektromagnetik. Tegangan yang dihasilkan pulser merupakan tegangan spesifik yang besarnya disesuaikan dengan kapasitas buka gate SCR dalam CDI. Tegangan kejut yang dihasilkan dari proses induksi ini disebut dengan tegangan penyulut atau pulsa penyulut (trigger). Secara umum tegangan yang dihasilkan pulser adalah sangat kecil atau kira-kira tidak lebih dari 1 volt, sehingga listrik yang dihasilkan tidak kasat mata dengan cara memercikkan kabel pulser ke massa. Pengecekan kondisi pulser akurat jika dilakukan dengan alat ukur. Tegangan output sebesar 0,5 - 1 volt, bolak balik (arus AC). Pulser atau disebut juga pick up coil memiliki dua jenis, jenis pertama adalah lilitan pick up dengan inti magnet yang biasa diadopsi pada mesin honda, suzuki, kawasaki, dan yamaha empat tak. Jenis yang kedua adalah jenis lilitan dengan inti besi, diadopsi pada mesin yamaha dua tak (RX Spesial dan RX King misalnya). Jenis ini dipasang pada sisi dalam magnet dan menghasilkan tegangan output yang lebih besar. Pulser model inti magnet biasa ditempatkan disisi luar magnet dengan sensor pick up pada sisi luar magnet yang berupa tonjolan lempeng konduktor, yang berfungsi untuk memotong garis medan magnet pada pulser untuk, menghasilkan tegangan induksi sesaat.
Besar kecilnya tegangan yang dikeluarkan pulser mempengaruhi maju mundurnya saat pengapian. SCR dalam CDI memiliki ambang batas buka spesifik. SCR akan terbuka melalui GATE jika tegangan yang dihasilkan pulser melebihi ambang buka gate spesifiknya sesuai dengan model CDI yang digunakan. Hubungan tegangan pulser dengan saat pengapian akan disajikan pada ulasan berikutnya tentang pengajuan pengapian oleh pulser.
2.2.2.   Penempatan Pulser dan Jumlah Letikan Api Busi
Sesuai dengan perannya sebagai sensor saat pengapian, maka sebenarnya pulser hanyalah bekerja pasif. Selama Pick up pulser pada magnet tidak berputar melewati pulser, maka pulser tidak akan pernah menghasilkan tegangan induksi.

Pada mesin dua tak dengan pulser di sisi luar fly wheel merupakan tempat yang sangat ideal. Disamping tidak ada api yang terbuang, lingkaran fly wheel yang relatif besar membuat saat pengapian lebih terkendali dengan baik. Pada mesin mesin dengan pulser dengan inti besi dan ditem­patkan di dalam magnet, jumlah letikan dalam satu putaran rotor adalah sama dengan jumlah keping magnet yang dipasangkan.
. Pembentukan tegangan induksi pada pulser Sebuah ilustrasi pemotongan garis garis gaya magnet oleh tonjolan (pick up) sehingga menghasilkan tegangan listrik pada pulser.

Beberapa data tentang pulser dan panjang pick up
Sepeda motor
Panjang Tonjolan
   HONDA

Supra/ Legenda
12 + 1 mm
Kirana
12 ±1 mm
Mega Pro
12 ± 1 mm
Tiger 2000
12 ±1 mm
Karisma
38 ±1 mm
Sonic 125/CBR 150
38 ± 1 mm
YAMAHA
57.5 ± 1 mm
Vega-R/F1ZR
57.5 ± 1 mm
Jupiter Z/ Nouvo/Mio/

RX  King

SUZUKI

Shogun 110
14 ±1 mm
Smash 110
14 ±1 mm
Shogun 125
30 ± 1 mm
Satria 120R
30 ± 1 mm
Satria 150F
39 ± 1 mm


            Pemeriksaan Pulser/Pick Up Coil

1.      Pengukuran tahanan pulser
Sama halnya dengan pengukuran resistansi source coil, pengukuran resistansi pulser diperlukan untuk mengetahui apakah pulser tersebut dalam keadaan baik atau buruk. Dikatakan baik jika nilai tahanannya sesuai spesifikasi dan dikatakan jelek jika hasil pemeriksaan diluar spesifikasi. Prosedur pengukurannya sebagai berikut:
1.      Pilih selector AVO METER (OHM METER) pada posisi X1 atau X10.
2.      Lakukan kalibrasi multi meter atau ohm meter sebelum digunakan agar hasil pengukuran lebih akurat.
3.      Hubungkan test lead AVO METER pada ujung ujung pulser. Ada ebagian jenis pulser menggunakan satu kabel. Artinya terminal negatifnya langsung disambungkan ke body pulser (dudukan baud pulser).

Sekian sekilas tentang dasar sistem pengapian untuk tulisan berikutnya akan saya bahas detail tentang apa itu bagian- bagian sistem pengapian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar